Sulawesi Barat tepatnya di Mamuju dan Majene kini telah menjadi sebuah tempat yang sangat berkesan untuk saya, dan juga bagi teman-teman mahagana unair serta relawan lainnya yang tergabung bersama Kapal Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga dimana saat itu bertugas dalam kegiatan “RSTKA Peduli Gempa Sulawesi Barat”. Berkesan bagi saya karena banyak pengalaman yang akhirnya saya dapatkan. Merasakan tinggal diatas kapal yang tiap harinya bisa menikmati pemandangan dan goyangan ombak lautan, bisa bertemu, bertugas dan mengambil ilmu dari banyak orang-orang hebat dari berbagai bidang, terpacu untuk mengeksploitasi kemampuan yang saya miliki dan tentunya pengalaman untuk bisa berbuat sesuatu bagi orang di sekitar saya.
Hanna dan mas arief teman saya di organisasi Mahasiswa Tanggap Bencana. Bersama merekalah saya pertama kali bergabung dengan RSTKA, kita bertiga yang mulanya datang ke Sulawesi barat sebagai tim Assessment Mahagana Unair untuk mensurvei dan mendata bagaimana kondisi di lapangan pasca gempa bumi berkekuatan 6,2 SR mengguncang Mamuju dan Majene, yang kemudian dari data tersebut tim Mahagana lainnya turun dan menjalankan kegiatan-kegiatan sesuai kebutuhan. Bagaimana saya dan 2 teman saya bisa bergabung dengan RSTKA adalah ada cerita yang cukup Panjang. RSTKA sendiri datang dengan tim yang sudah terbentuk dan memiliki tugas yang telah ditetapkan, ada tim trauma healing, dapur umum, filterasi air dan pelayanan Kesehatan. Kami bertiga yang akhirnya bergabung dengan RSTKA saat itu di berikan tugas untuk bidang yang belum terbentuk yaitu Terapi Kerja.
Dalam bertugas beberapa kali kita menemukan permasalahan-permasalahan yang sebelumnya belum kita pikirkan. Contohnya dalam bidang Pendidikan saat mendatangi berbagai lokasi titik bencana terlihat banyak sekali anak-anak yang sudah lama tidak mendapatkan pendidikan, pandemc covid-19 yang menuntut kita untuk belajar secara online dimana kenyataannya tidak semua daerah dapat menjalankan kegiatan tersebut seperti daerah gunung di Tapalang, Majene yang disana tidak ada akses internet, sehingga mereka menjalankan pembelajaran tatap muka dengan cara guru mendatangi rumah murid atau sebaliknya. Hingga terjadinya gempa bumi yang menimpa Mamuju Majene membuat hambatan baru untuk pendidikan, sekolah dan rumah murid serta guru hancur terkena dampak bencana dan Pendidikan pun berhenti.
Dari permasalahan-permasalahan dilapangan itulah selain kegiatan yang sebelumnya sudah direncanakan, ada beberapa kegiatan akhirnya dijalankan RSTKA sebagai bentuk solusi permasalahan dilapangan yang mungkin bisa meringankan atau membantu. Kegiatan tersebut diantaranya adalah membangun sekolah darurat, perbaikan saluran pipa yang mengairi beberapa desa dan Pengadaan alat-alat pertanian untuk membantu kelompok tani bangkit dan bekerja Kembali.
Sungai, Manusia dan Peradaban
Sejarah mencatat beberapa sungai menjadi awal mula dari sebuah peradaban manusia. Sungai Nil dan awal mula peradaban Mesir kuno bahkan seorang sejarawan Heredotus mengatakan “ Tanpa Sungai Nil Mesir tak mungkin maju, Mesir adalah hadiah Sungai Nil”, peradaban India Kuno di Sungai Indus dan Gangga dan di Indonesia sendiri peradaban-peradaban besar itu lahir, tumbuh dan besar di tepi sungai. Kerajaan Sriwijaya berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit kedatuan Sriwijaya pertama kali didirikan di sekitar Palembang, tepatnya berada di tepian Sungai Musi. Kemudian ada Kerajaan Batavia yang sangat bergantung dengan sungai Ciliwung. Belajar dari sejarah ini kita tau bahwa sungai bukan semata-mata kenampakan alam berupa aliran air saja melainkan sebuah aliran kehidupan.
Saat menemukan lokasi kerusakan pipa yang terputus akibat bencana, ingatan akan sejarah sungai dan peradaban manusia itu terlintas dipikiran ku. Sungai Deking yang berada di Desa Kayuangin Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene menjadi saksi bagaimana aktivitas pemenuhan kebutuhan air masyarakat terpenuhi oleh Sungai Deking. Tak hanya masyarakat Desa Kayuangin yang berada disekitar sungai yang bergantung dari sungai tersebut, melainkan beberapa desa lainnya seperti Desa Bambangan, Desa Lombang bahkan aliran air Sungai Deking hingga ke kecamatan Malunda.
Jebolnya bendungan sungai deking sudah terjadi sejak tahun 2020 dan hingga kami meninjau kerusakan pipa pasca bencana gempa bumi di bulan Februari 2021 bendungan tersebut belum ada perbaikan. Pasca gempa bumi pipa-pipa yang mulanya dapat menyalurkan air dari hulu sungai hingga sampai di rumah-rumah warga terputus akibat longsoran batu, beberapa pipa besi bahkan terjatuh didalam sungai. Rusaknya saluran pipa tersebut mengharuskan masyarakat untuk mengambil air langsung dari sungai, kebanyakan dari masyarakat berjalan kaki untuk mendapatkan air.
Kita Punya Otak !
Permasalahan pipa air yang terputus di Kayuangin membuat RSTKA bergerak untuk membantu memperbaiki saluran pipa tersebut. Medan yang cukup berat dan kerusakan pipa yang cukup parah dan terjadi di beberapa titik membuat kita bertanya-tanya, “Apakah kita bisa memperbaiki ini?”. Butuh waktu sekitar 15-30 menit untuk menuju hulu sungai, untuk medan yang harus dilewati adalah tepian sungai dan hutan yang menanja, jadi ini yang bikin seru menurut saya hehehe, karena terasa seperti naik gunung. Selain itu terkadang kita harus berjalan diatas pipa yang menggantung daiatas sungai, berjalan di atas pipa yang terkadang licin dikarenakan rintikan air yang keluar dari lubang-lubang kecil pipa bocor. Belum lagi jika tepian sungai yang sebelumnya kita lewati sedang dalam kondisi becek sehingga membuat alas kaki kita jadi lebih licin. Saat berjalan kita wajib untuk menjaga keseimbangan karena lebar pipa yang tak seberapa dan pipa digantung di ketinggian, jadi terbayang kan gimana saat menyebrang dan pipa sedikit bergoyang.
Untuk rencana perbaikan pipa ini tentu kita mengomunikasikannya terlebih dahulu kepada kepala desa dan masyarakat setempat. Bersama dengan Dr.Agus saat itu kami berkoordinasi dengan kepala desa dan menggali informasi lebih lanjut terkait dengan pipa yang rusak tersebut. Beruntungnya kami bertemu dangan Pak Muhammad, beliau salah satu warga yang bekerja di PDAM Malunda, berkat beliau inilah komunikasi kami jauh lebih mudah karena Pak Muhammad paham betul titik-titik pipa yang rusak dan beliau inilah yang kami percayai untuk mengerjakan program perbaikan pipa.
Setelah dana terkumpul dari para donatur yang luar biasa, program pipanisasi ini bisa mulai dijalankan. Tentu tidak secepat dan semudah itu, karena bahan baku yang dibutuhkan ini hanya ada di Pulau Jawa sehingga membutuhkan waktu untuk proses pengirimannya. Di samping itu Kapal Rumah Sakit Terapung bersama para dokter dan beberapa rekan relawan harus kembali ke Surabaya karena masa tugas yang sudah usai bahkan melebihi dari rencana awal. Tanggal 27 Februari 2021 berlayarlah kapal dari Pelabuhan Palipi menuju Pelabuhan Makassar untuk singgah sebelum menuruskan perjalanan menuju Surabaya.
Saya sendiri memilih untuk tetap tinggal dan ikut melanjutkan kegiatan pipanisasi dan beberapa kegiatan lainnya yang belum rampung bersama teman-teman. Saya, Mas Tirta dan Mas Galih melanjutkan program ini hingga selesai. Mamuju-Majene pun kita tempuh setiap hari untuk membantu dan meninjau langsung proses perkembangan perbaikan pipa. Dalam proses pengerjaan yang berlangsung beberapa minggu tak sesekali kami mengalami kendala yang harus membuat Pak Muhammad dan tim (masyarakat yang bergotong-royong) berfikir atau kalau orang jawa bilang “ngakali” untuk mencari solusi. Ada perkataan yang sampai saat ini saya ingat “bisa! Kita punya ini” (sambil jari menunjuk mengarah ke kepala) “kita punya otak pasti ada cara” itulah yang selalu Pak Muhammad bilang kepada kita saat ada kendala yang susah bagi kita. Pipa PVC kurang pas saat disambungkan, ya akhirnya pipa tersebut kita bakar agar diameter pipa bisa kita sedikir lebarkan.
Ada juga pipa besi yang ketika disambungkan dengan pipa PVC diameter nya tidak sama saat inilah kebingungan kita terjadi karena untuk mendatangkan pipa besi ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun itu pun pada akhirnya bisa kita akali dengan memotong pipa PVC dan menambahkannya di atas pipa yang akan disambungkan. Tentunya saat saya bercerita ini mudah untuk dibayangkan, tapi sangat sulit untuk dikerjakan bahkan orang-orang ahli belum tentu bisa mengerjakan apa yang dikerjakan Pak Muhammad bersama tim dalam memecahkan masalah ini. Dari situlah saya sendiri belajar bahwa teori tanpa praktik pun akan sia-sia dan jam terbang di lapangan atau pengalaman mempengaruhi pengetahuan.
Kembali Mengairi Kehidupan
Melewati waktu yang tidak sebentar, kadang terhenti karena menunggu alat-alat penunjang, beristirahat untuk sejenak memikirkan jalan keluar dan kembali membenahi yang sudah diperbaiki namun rusak kembali. Hingga tiba saat Pak Muhammad menghubungi kami bahwa besok adalah hari dimana pekerjaan selesai meski ada 1 atau 2 titik yang harus diperbaiki lagi sambungan pipanya. Mendengar kabar tersebut kita pun berbahagia dan mengabarkan dan menginformasikan hal tersebut kepada Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga. Acara sederhana yang terasa mewah dan khusyuk dengan adanya pemotongan tumpeng dan makan bersama masyarakat setempat dibuka dengan sambutan-sambutan dari pihak-pihak RSTKA dan dihadiri oleh perwakilan-perwakilan donatur melalui daring menjadi bentuk rasa syukur kita atas rampungnya program ini. Ucapan terima kasih dari kepala desa dan perwakilan pemuda setempat membuat kita menjadi lebih bahagia, mendengar sedikit yang bisa kita lakukan ini membawa manfaat bagi mereka.
Setelah berfoto bersama dan serangkaian acara syukuran atas selesainya kegiatan perbaikan pipa air selesai. Saya, Mas Tirta dan Mas Galih diajak keliling tempat-tempat yang saat itu kembali bisa dialiri air. Dari beberapa titik tersebut sampailah kita hingga ke jalan utama trans Sulawesi di Kecamatan Malunda, di dekat jalan raya tersebut Pak Muhammad membuka kran air di salah satu rumah warga dan kita bisa melihat bahwa air sdah mengalir sampai di sini. Saat air kembali mengalir, saat itu pula kehidupan jadi lebih baik.
Sedikit cerita dari pengalaman berharga dan dengan durasi waktu yang terbilang tak sebentar bagi pengalaman pertama saya, namun terasa cepat berlalu di Sulawesi Barat ini akan menjadi kenangan yang tak akan terlupakan. Terima kasih kepada seluruh keluarga baru saya, yang saya temui selama 2 bulan lebih pada kegiatan ini. Cerita ini mungkin cukup sederhana ketika kalian membacanya, namun apa yang sudah kita lakukan bersama-sama ini semoga dapat memberikan manfaat. Layaknya air yang selalu mengisi ruang-ruang yang kosong. Mengajarkan kita bagaimana untuk saling tolong menolong dan selalu berbagi dalam kehidupan dengan cara melakukan apa yang bisa kita lakukan.
Nadya Noor Fahira – 2021