Setelah melakukan misi MARCO-19 (Madura Sadar COVID-19) selama satu bulan di dua belas pulau, tim MARCO-19 Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) melakukan audiensi dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Audiensi dipimpin oleh dr. Agus Harianto Sp.B. Turut hadir Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) Prof. Dr. H. Budi Santoso dr, Sp.OG (K) serta Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Dr. Erwin Astha Triyono, dr., Sp.PD., KPTI., FINASIM, jajarannya, serta beberapa pihak lainya.

Audiensi yang dilaksanakan tanggal 20 Oktober 2021 tersebut dibuka oleh Gubernur. Gubernur bangga terhadap tim MARCO-19 RSTKA yang telah terjun selama satu bulan di bagian Jawa Timur yang sulit dijangkau untuk membantu mensukseskan program pemerintah Jawa Timur dalam bidang kesehatan.

Audiensi tim MARCO-19 Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) dengan Gubernur Jawa Timur di Grahadi (Dokumentasi: Sandilino Pratama)

Ketua tim Peneliti MARCO-19, dr. Sherly Yolanda, memaparkan temuan penelitian diantaranya adalah jarak menuju tempat pelayanan vaksinasi yang cukup jauh. Vaksinasi rutin hanya dapat dilakukan di pulau yang memiliki puskesmas. Sehingga bagi masyarakat yang tinggal di Pagerungan Besar misalnya, mereka harus menempuh perjalanan laut selama dua jam agar bisa sampai Puskesmas Sapeken. .

Adapun kendala lain adalah adanya pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang menyebarkan hoax dan ketakutan. Tokoh masyarakat lintas sektor memegang peran kunci dalam program vaksinasi di Kepulauan.

Gubernur Khofifah memberikan apresiasi atas usaha vaksinasi yang dilakukan oleh tim MARCO-19 bersama dengan tokoh masyarakat di pulau-pulau. Gubernur menambahkan bahwa entri data vaksinasi di kepulauan memiliki kendala sinyal yang terbatas. Sehingga hanya dapat dilakukan ketika di kota. Selain itu tenaga input yang tidak banyak masih merupakan kendala yang lain.

Langkah Lanjutan Marco-19

Selain penyampaian laporan kegiatan MARCO-19, Direktur RSTKA, Agus Harianto, menyampaikan gagasan sistem pembangunan  kesehatan berbasis maritim bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep. “Selama ini pendekatan pelayanan  kesehatan berbasis kontinental. Padahal Indonesia adalah negara maritim. Kami mohon dukungan untuk menjadikan Kepulauan Madura sebagai proyek percontohan sistem kesehatan berbasis maritim. Kepulauan Madura akan menjadi laboratorium terbukanya.” ucap  Agus.

Pembentukan sistem kesehatan berbasis maritim akan sangat membantu masyarakat kepulauan dalam mengakses pelayanan kesehatan rujukan, terutama penanganan emergensi dan mengancam nyawa.  Sudah ada RS Ibnu Masud di Bawean. Di Kangean ada RSU Abuya. Akan sangat membantu masyarakat andai di Pulau Masalembu juga didirikan sebuah rumah sakit.

Dulu pada tahun 1918 RSTKA, FK UNAIR, RSUD Dr. Soetomo dan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur pernah menorehkan success story, bahu-membahu membantu mengaktifkan RS di Pulau Bawean. Mereka mengirimkan dokter spesialis atau residen chief ke Bawean sebagai stase eksternal. Saat ini RS Bawean sudah beroperasi secara mandiri. Pemeritah Kabupaten Gresik mampu memberi insentif yang menarik bagi dokter-dokter spesialis empat dasar.

Di Kangean sudah ada rumah sakit selesai dibangun tahun 2019, RS Abuya namanya. Fasilitasnya relatif cukup memadai. Tim RSTKA dan Tim Pelayanan Kesehatan Bergerak Dinkes Propinsi sudah pernah dua kali menyelenggarakan pelayanan operasi di sana.  Namun seperti yang dialami RS Ibnoe Masoed dulu, tidak ada dokter spesialis yang mau bertugas di sana. Masyarakat yang membutuhkan layanan dokter spesialis terpaksa harus menempuh perjalanan jauh menuju Sumenep, atau menuju Banyuwangi bahkan ke Bali.

Menyikapi hal tersebut, Dekan FK UNAIR dan Direktur Utama RSUD Dokter Soetomo menyatakan FK UNAIR – RSUD Dr. Soetomo siap membantu mendukung pembangunan sistem kesehatan berbasis maritim di Kepulauan Madura. “Kami (FK UNAIR) dan dokter Joni (RSUD Dr.Soetomo) akan mensupport dengan mengirimkan dokter spesialis atau residen chief dalam stase eksternal.” ujar Prof. Budi Santoso

Gubernur menyambut baik inisiatif tersebut. Beliau menambahkan dalam jangka menengah dan panjang pemerintah daerah dapat memberikan beasiswa sekolah putra-putri terbaik mereka di FK UNAIR sehingga ketika lulus diharapkan mengabdi ke daerah tersebut. “Jika perlu bekerja sama dengan FK UNAIR sampai jadi spesialis.” imbuhnya. Gubernur bahkan menyanggupi memberikan beasiswa bagi dokter yang mengambil spesialisasi bedah, obsgyn dan anestesi. Sedangkan untuk spesialisasi yang lain inisiatif diharapkan datang dari Pemerintah Kabupaten Sumenep. “Yang penting adalah begitu lulus, mereka benar-benar mau bertugas di RS Abuya Kangean. Di sinilah arti penting Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam merawat semangat pengabdian.” ujar Gubernur Khofifah.

Menanggapi rencana Gubernur ini, Prof. Budi Santoso menjawab, “Itu sangat memungkinkan karena Fakultas Kedokteran juga sangat mempertimbangkan afirmasi daerah yang membutuhkan dalam penerimaan residen spesialis.”

Meskipun telah dinilai sukses dalam ekspedisi MARCO-19, namun dr. Agus menyampaikan sebenarnya masih ada 3 pulau yang belum dikunjungi yaitu Pulau Masalembu, Masakambing dan Karamian. Hal tersebut disebabkan karena dua hal, yaitu gelombang yang masih tinggi dan modal yang menipis. “Ada 171 pasien dari Puskesmas Masalembu yang dikonsulkan pada RSTKA. Tantangannya adalah bagaimana bisa menyiapkan dana untuk pelayaran dan pelayanan kesehatan ke gugusan pulau yang paling sulit dijangkau ini. Kami akan tetap mengupayakan kunjungan pelayanan pada akhir Bulan Nopember. ” tekad Agus.

Dukungan Dana dari Pemerintah

Ketika Gubernur bertanya berapa sih dana yang dibutuhkan untuk membiayai pelayaran Marco-19 ini?  Agus menjawab, dalam ekspedisi yang melakukan kegiatan riset, pendidikan dan pelayanan kesehatan selama satu bulan ini dana yang dibelanjakan sekitar 500 juta rupiah. Agus juga melaporkan kalau selama ini kegiatan yang dilakukan RSTKA bisa berlangsung karena adanya dukungan pendanaan dari corporate social responsibility  (CSR) perusahaan-perusahaan partner RSTKA.  Saat ini dukungan dana dari CSR kurang signifikan karena pandemik COVID-19.

Menanggapi hal tersebut Gubernur menyampaikan Pemerintah Propinsi Jawa Timur bisa membantu pembiayaan misi-misi seperti yang dilakukan RSTKA. “Kok rasanya bisa kita cover melalui dana hibah. Dana hibahnya bisa lewat Kantor Dinas Kesehatan Propinsi. Bisa dimulai pada tahun anggaran 2022. Nanti  besaran dana hibahnya bisa dihitung dari berapa bulan pelayaran dalam satu tahun dikalikan biaya per bulannya. Kekurangnya bisa dicarikan dana dari program CSR partner RSTKA. ” pungkas Gubernur Khofifah.

Penulis: Pandit Bagus Tri Saputra

What's your reaction?
2Cool1Upset2Love0Lol

Add Comment

to top