Selama perawatan, banyak sekali kasus gigi yang hilang, padahal usianya masih tergolong muda, saat saya tanya ternyata masyarakat masalembu memiliki “hobi” cabut gigi saat sakit gigi, disamping tidak ada dokter gigi yang bisa menangani, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi membuat masyarakat mencari cara yang mudah agar tidak sakit lagi, padahal tidak semua sakit gigi memerlukan pencabutan.

drg. Dewi Kusuma Wardani

Setelah melakukan pelayanan di pulau Pagerungan, kami tim Rumah Sakit Ksatria Airlangga melanjutkan perjalanan ke pulau Masalembu. Sore hari, saya dan tim A berjumlah 17 orang berangkat dari dermaga pulau pagerungan, diiringi ucapan terima kasih dan doa tulus dari masyarakat pagerungan agar perjalanan kami selanjutnya selamat sampai tujuan. Kami begitu antusias dan bersemangat saat mengetahui bahwa akhirnya kami dapat berlayar menuju kesana, Pulau masalembu merupakan pulau yang sudah lama kami jadwalkan untuk bisa dikunjungi, namun karena keadaan cuaca sehingga masyarakat Masalembu dan tim kami perlu menunggu satu tahun lamanya untuk bisa hadir disana.

Pulau Masalembu adalah titik tengah antara jawa dan kalimantan, posisi pulau berada di bagian utara wilayah kabupaten sumenep, dan dikelilingi oleh laut bebas, berjarak sekitar 112 mil laut dari pelabuhan kalianget menyebabkan pulau masalembu berbatasan langsung dengan laut lepas, butuh waktu lebih dari 24 jam untuk kami bisa sampai disana. Tidak terasa sudah lebih dari 12 jam kapal kami berjalan diatas laut, tiba tiba mesin kapal mati dan kapal tidak terlihat bergerak lagi, saya dan beberapa orang yang pada saat itu berada di kamar dokter kemudian naik ke atas dek kapal. Ternyata mesin memang sengaja dimatikan, untunglah bukan karena rusak, melainkan kami akan melakukan doa bersama ditengah-tengah lautan lepas. Kapten menceritakan, pada tahun 1981, kapal Tampomas II yang mengangkut sekitar 1054 penumpang, tenggelam di sekitar Kepulauan Masalembu. Kami sejenak menundukkan kepala, dipimpin oleh kapten, mendoakan seluruh korban kapal tampomas II dan berdoa agar perjalanan kami selamat. Setelah berdoa, kami melanjutkan aktifitas masing-masing, saya masih berada diatas dek kapal, berdecak kagum dengan pemandangan yang ada didepan, langit biru yang memukau dan hamparan laut sejauh mata memandang dihiasi oleh ombak yang begitu tenang nyaris tanpa ada gelombang, saya sempat heran mengapa ada ombak setenang ini, saya turun di dek bawah, melihat lebih dekat laut masalembu. Airnya berwarna biru gelap, menunjukkan betapa dalamnya lautan ini, kemudian kapten bercerita bahwa itu merupakan ombak teduh yang jarang ditemui dalam pelayaran, beruntungnya kami ombak masalembu masih bersahabat. Pohon-pohon dan gundukan pulau terlihat dari jauh, itu artinya kami semakin dekat, air lautnya berubah menjadi biru tosca, begitu bening, pasirnya berwarna putih, pulau yang cantik sekali.

Akhirnya kami bersandar di dermaga, disambut wajah-wajah berseri masyarakat Masalembu yang seakan sudah lama menunggu kedatangan kami. Dari dermaga kami dijemput oleh perangkat desa, awan mendadak mendung dan angin bertiup sepoi-sepoi, air perlahan menetes membasahi baju kami, gerimis. “ini pertama kalinya turun hujan di masalembu dalam satu tahun, bertepatan dengan datangnya kapal rumah sakit, semoga ini adalah berkah untuk pulau kami” kata bapak kepala desa. Pada saat kami sampai di rumah bapak kepala puskesmas, hujan turun dengan begitu derasnya, Alhamdulillah kami bersyukur.

Malam harinya saya dan tim meninjau puskemas masalembu, lokasi yang akan digunakan untuk pelayanan selama 3 hari kedepan. Puskemasnya tidak terlalu besar, bercat hijau dengan halaman yang cukup luas, di sisi kiri terdapat ambulance, sederhana tetapi menjadi harapan kesembuhan bagi seluruh masyarakat di pulau ini. Saya masuk kedalam dan langsung diarahkan ke poli gigi, terdapat dental chair dengan design yang tidak terlalu tua, lampunya masih bisa dinyalakan, tetapi burnya sudah tidak bisa berfungsi, alat dan bahannya pun tergolong lengkap, beberapa masih utuh bahkan masih tersegel rapi. Perawat gigi menceritakan, puskesmas masalembu rutin mendapat kiriman bahan dari pemda setempat, tetapi karena sudah 7 tahun tidak ada dokter gigi sehingga bahan-bahan tersebut tidak pernah dipakai.

Kondisi di pulau Masalembu, tidak ada sinyal internet, hanya bisa menelepon dan harus berjalan ke dekat pantai sehingga kami berkoordinasi dengan menggunakan HT. Listrik disana hanya menyala saat jam 6 pagi-11 siang namun terbatas, malam harinya masyarakat menggunakan diesel untuk menyalakan lampu tetapi hanya dirumah-rumah tertentu. Hari pertama, tim B datang dari surabaya sekitar 40 orang, kami dibagi menjadi 2 tim, tim operasi dikapal dan satu lagi tim puskemas. Saat kami datang, puskemas sudah sangat ramai. Terlihat pasien berjubel didepan poli gigi, mereka mengatakan baru kali ini melihat dokter gigi setelah 7 tahun lamanya.


Selama perawatan, banyak sekali kasus gigi yang hilang, padahal usianya masih tergolong muda, saat saya tanya ternyata masyarakat masalembu memiliki “hobi” cabut gigi saat sakit gigi, disamping tidak ada dokter gigi yang bisa menangani, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi membuat masyarakat mencari cara yang mudah agar tidak sakit lagi, padahal tidak semua sakit gigi memerlukan pencabutan. Karena tidak adanya dokter gigi, biasanya pasien hanya minum obat penghilang rasa nyeri, karena untuk bisa ke dokter gigi pasien perlu pergi ke pulau sapeken atau sumenep yang jaraknya sangat jauh dan hanya bisa ditempuh dengan menggunakan kapal. Beberapa pasien bahkan pergi ke Kalimantan dan bali karena merasa lebih dekat dibandingkan harus ke Sumenep.

Di samping itu, yang lebih menarik lagi adalah bahasa yang digunakan, masyarakat setempat menggunakan bahasa Madura khas Masalembu dan ada beberapa pasien yang sama sekali tidak mengerti bahasa indonesia, sehingga saya agak kesulitan untuk KIE perawatan ke pasien, mereka tidak mengerti apa yang saya katakan, dan saya juga agak kurang mengerti apa yang mereka katakan, beruntung ada para perawat yang menerjemahkan sehingga pasien tidak terlalu sulit memahami.

Hari kedua dan ketiga semakin banyak pasien yang datang dari pulau sekitar Masalembu, pulau Masakambing dan pulau Keramaian, tiga hari bukanlah waktu yang cukup untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan merubah pola pikir kebiasaan masyarakat untuk tidak menjadikan cabut gigi sebagai satu-satunya solusi sakit gigi, perlu adanya upaya yang berkelanjutan sehingga masyarakat memahami pentingnya menjaga kesehatan gigi. Hari terakhir sebelum pulang, kami masih disibukkan dengan rangkaian operasi yang harus ditangani, sehingga tidak sempat menikmati indahnya pulau masalembu, tapi tak mengapa, ucapan terima kasih yang tulus dan rona bahagia yang terpancar dari wajah-wajah pasien serta masyarakat di kepulauan ini sudah cukup menghilangkan rasa lelah kami. Tidak lupa mereka berharap agar kami dapat kembali lagi ke pulau ini suatu hari nanti. Semoga pelayanan kesehatan di pulau-pulau terpencil segera terpenuhi, pemerataan tenaga dokter gigi dapat segera tercukupi, sehingga masyarakat dapat tersenyum dengan senyum yang sehat.

drg. Dewi Kusuma Wardani

What's your reaction?
0Cool1Upset1Love0Lol

Add Comment

to top