Pagi itu kami bersiap-siap seperti biasa, dari mulai kegiatan mandi sampai sarapan pagi. Aku dr. Syahjihan Amrullah dari alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Pulau Boleng menjadi pulau keempat yang kukunjungi selama ikut pelayanan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga, sebelumnya aku mengunjungi Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, dan Pulau Moyo. Sesuai dengan rencana awal kapten dan dr. Agus Harianto, kami melanjutkan perjalanan dari Labuhan Bajo ke Pulau Boleng di Manggarai Barat sekitar pukul 08.00 WITA. Artinya kami menjalani perjalanan melintasi laut dengan waktu kurang lebih selama 4 jam. Selama berlayar menuju tempat pengabdian kami disuguhkan pemandangan atraksi lumba-lumba liar namun ramah dengan aksinya yang melompat-lompat di dekat kapal RSTKA.
Berbicara mengenai pulau Boleng. Tidak pernah menyangka, bahwa salah satu dari sekian banyak pulau yang ada di Indonesia tepatnya di Nusa Tenggara Timur ini merupakan pulau kecil tapi berpenghuni. Sempat ada drama kecil saat tim RSTKA sampai di pulau Boleng, dermaga tempat kapal kami bersandar masih dibangun dari kayu dan hanya bisa bersandar untuk 1 kapal. Maka dari itu, waktu aku dan temen-temen RSTKA datang perahu-perahu nelayan sekitar terpaksa harus berlabuh agak ke tengah laut. Setelah kapal benar-benar sudah bersandar dan mereka juga sudah siap untuk memindahkan semua perlengkapan medis termasuk obat-obatan ke balai pengobatan yang sudah disiapkan oleh masyarakat setempat.
Bagai pungguk merindukan bulan, kedatangan kami sepertinya memang sangat diharapkan masyarakat setempat. Hal ini dapat terlihat dari respon masyarakat yang sudah memasang wajah penuh harapan ketika tim Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga sudah sampai di pinggiran dermaga sampai ke balai pengobatan. Pada saat itu, tempat yang dipakai bangunan puskesmas pembantu (pustu) yang ada di desa Batu Tiga pulau Boleng sebagai tempat pengobatan. Perjalanan dari dermaga sampai ke pustu tidak memakan waktu yang lama dikarenakan jaraknya yang kurang lebih dari 300 meter. Keunikan yang lainnya terjadi pada saat menempuh perjalanan untuk memindahkan alat-alat kesehatan, kami harus melewati sebuah tempat pemakaman kecil yang ada di dekat puskesmas pembantu (pustu) desa Batu Tiga.
Pelayanan kesehatan di pulau Boleng dijadwalkan kurang lebih selama 5 jam, mulai dari pukul 1 siang hingga pukul 6 sore. Pada pelayanan kali ini, Tim RSTKA tidak hanya melayani tindakan operasi tapi juga tindakan sirkumsisi (khitan). Pasien datang juga dari berbagai kalangan dan latar belakang, meliputi pasien screening bedah, pasien poli umum, dan poli gigi. Seusai ibadah sholat Maghrib, tindakan operasi di kapal dimulai. Pada hari itu, operasi dipusatkan untuk pasien bedah kecil. Dengan hati berdesir, alhamdulillah 3 pasien bedah berhasil dioperasi dan baru selesai sekitar pukul 9 malam. Meskipun lelah mengiringi langkah mereka, tetapi melihat senyuman masyarakat pulau Boleng mengubah itu semua menjadi suatu hal yang menyenangkan. Pelayanan selanjutnya, dimulai dari pukul 8 pagi hingga 2 siang. Namun, pelayanan poli umum tetap dilakukan untuk mengantisipasi pasien yang datang dari desa lain yang pada hari sebelumnya tidak bisa datang. Terhitung ada 1 orang yang mendapatkan pelayanan operasi bedah besar.
Kemudian pukul 1 siang dilanjutkan operasi sirkumsisi (khitan), pada hari itu, dari 17 anak yang terdaftar untuk dikhitan, hanya 16 anak yang berhasil dikhitan. Pasien yang datang untuk melakukan sirkumsisi (khitan) terdiri dari usia 4 tahun hingga ada yang umur 13 tahun. Satu fakta yang harus kalian ketahui, anak-anak di pulau Boleng banyak yang belum dikhitan, karena mereka harus menempuh perjalanan laut untuk ke Labuhan Bajo terlebih dahulu jika ingin mengkhitankan putra mereka. Atau memakai cara yang lainnya yaitu, warga di pulau Boleng ini mendatangkan dokter tapi dengan syarat pasien yang mendaftar harus lebih dari 20 anak dan biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Sekitar pukul 3 sore kapal langsung melanjutkan perjalanan ke pulau berikutnya.
Tidak hanya permasalahan mengenai sirkumsisi saja, Pulau Boleng juga menjadi lokasi yang paling diintervensi pertama kali oleh Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga dalam berkontribusi langsung untuk menurunkan angka stunting di Nusa Tenggara Timur. Seperti yang kita ketahui, Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga tidak hanya bergerak dibidang kesehatan namun juga pada lingkungan maupun pendidikan.
Jika kita semua diciptakan untuk saling memberi, kenapa sedikit pengalaman tidak dijadikan pelajaran dalam kehidupan?. Meskipun pulau Boleng tidak terlalu luas, namun rasa menghargai antar sesama itu erat sekali, tidak membeda-bedakan dari mana kita berasal. Dari sini, aku berpesan, tidak hanya pulau Boleng saja, namun juga masyarakat pulau-pulau kecil yang jauh dari pelayanan kesehatan untuk lebih memperhatikan kesehatan tubuh mereka. Seperti yang kita ketahui, masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pesisir itu kesehariannya sering mengkonsumsi ikan laut dan sangat jarang sekali konsumsi sayur-sayuran. Meskipun begitu, tapi setidaknya seminggu sekali bisa mengkonsumsi sayur dan buah untuk kepentingan pertumbuhan dan perkembangan optimal anak-anak.
Semangat generasi muda!